PENGESAHAN RKUHP DAN PERADILAN AGAMA
Oleh: H. Asmu’i Syarkowi
(Hakim Tinggi PTA Jayapura)
Sebagaimana kita ketahui bahwa hari Selasa tanggal 6 Desember 2022 bangsa Indonesia mencatat satu lembaran sejarah di bidang hukum, yaitu disahkannya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru. Di dalam rapat pari purna, para wakil rakyat yang menurut catatan Kompas.com (06/12/2022) dihadiri oleh 60 anggota DPR RI secera fisik dan sebanyak 237 hadir virtual—ini diketahui seluruh anggota yang hadir menyetujui RUU KUHP untuk disahkan menjadi undang-undang menggantikan KUHP lama yaitu Wetboek van Strafrecht (WvS). Jika KUHP lama mulai diberlakukan sejak tahun 1918, maka usianya sampai tahun 2022 berarti sudah 104 tahun. Dengan kalimat lain, bangsa Indonesia selama 104 tahun memakai hukum pidana Belanda, suatu masa yang tentu bukan singkat.
Dengan usia yang sudah satu abad lebih, maka wajar jika UU tersebut sudah saatnya ditinjau lagi, terutama jika dikaitkan dengan sosiologi hukum. Bukankah hukum dibuat, salah satunya untuk mengatur masyarakat, sedangkan dalam rentang seabad lebih itu, kini masyarakat telah berubah sama sekali? Apalagi, jika dilihat dari aspek pembuatnya. WvS yang dibuat oleh Belanda untuk masyarakat jajahan tentu berbeda paradigmanya ketika diterapkan kepada rakyat di era kemerdekaan. Meskipun demikian, KUHP baru yang disahkan pada minggu-minggu pertama Desember 2022 ini, baru akan berlaku tiga tahun sejak disahkan. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly pun, telah mengatakan, bahwa tiga tahun adalah waktu yang cukup bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan pelatihan terhadap para penegak hukum dan stakeholder.
Selengkapnya KLIK DISINI